Sabtu, 04 April 2009

Menjalani hari-hari tanpa tahu semestinya suratan Takdir.

Suatu hari ada preman yang mengaku tentang hari-hari hidupnya yang telah dilalui :
“Ya ini sudah takdir saya, manusia seperti saya hanya bisa pasrah”.

Saya agak terkejut dengan ucapannya, ya dia sekarang memang memulai hidup baru dengan belajar agama yang saya rasa itu jalan yang baik. Keterkejutan saya justru bukan karena dia menjalani hidup beragama yang lebih baik tapi pada pengakuannya bahwa dia seolah-olah tau akan garis hidupnya, tau akan rahasia takdirnya.

Mungkinkah dia memang tau dengan ucapannya itu (sekedar menjalani suratan takdir), jadi preman, mabuk-mabukan, main perempuan, bikin onar. Sangat hebat... dia seorang preman jalanan tau akan takdirnya.

Jika memang begitu berarti dia melakukan semuanya itu tidak bersalah, tidak berdosa... karena bukan keinginan dia, bukan kehendak dia, tapi memenuhi takdir dia. Ya silahkan kalau itu jalan pikirannya... tapi tidak dengan pikiran saya. Saya tidak tahu apa takdir saya kecuali jika saya tidak makan maka saya akan lapar, jika tidak minum maka bersiaplah kehausan, jika jantung saya berhendi berarti saya mati.

Saya tidak tahu akan takdir saya maka bagi saya setiap hari dipenuhi dengan saat-saat yang menentukan untuk masa depan saya, mulai pagi hari apakah saya mau bangun pagi atau bangun siang, mau mandi pagi atau mendengarkan berita pagi, mulai aktivitas atau mau malas. Semua itu saya ikut andil dalam menentukan langkah saya, ya ... karena saya tidak tau akan takdir saya, maka apapun yang saya anggap positif dan saya sanggup, akan saya lakukan.

Teman saya namanya Agus Maksum adalah guru agama di SMP dengan menyandang gelar Sarjana Agama Islam, sekarang melanjutkan kuliah S2. Sewaktu masih kecil pernah lari dari rumah karena merasa hidupnya tidak seperti teman-temannya. Rumahnya kecil sempit, setiap hari tidak pernah tahu bagaimana wajah ayahnya (orang tuanya telah bercerai ), setiap pagi sebelum pergi sekolah SD harus keliling keluar masuk gang menjajakan jajan buatan ibunya, habis atau tidak habis segera pulang jika jam sudah mulai mendekati jam masuk sekolah. Sepulang sekolah, kembali keluar masuk gang melanjutkan jual jajan dan sore hari sekolah Madrasah.

Setiap hari itulah aktivitasnya, sungguh membosankan manakala teman-teman sebaya saatnya bermain, bersenang-senang (karena memang masanya) sedangkan ia tidak bisa menikmati hidup seperti temannya... maka ia ambil keputusan untuk lari dari rumah. Dalam kekalutan tidak tahu dimana akan tinggal, dimana yang akan dituju maka ia putuskan untuk berhenti di Masjid, disitulah semua uneg-uneg kegalauan hati di tumpahkan dalam otaknya untuk berpikir keras. Setelah otaknya lelah maka gejolak hati jadi meredam, menyadari akan keadaan sebenarnya, kasihan dengan ibunya dan kedua adiknya maka diputuskan untuk pulang kembali. Sepertinya tempat ibadah adalah salah satu tempat bengkelnya hati.

Ia putuskan bahwa “saya memang berbeda dengan orang lain, tapi saya tidak boleh menyerah demi untuk masa depan saya”. Ia jalani hari-hari yang membosankan dengan penuh kesabaran tanpa rasa peduli apapun yang dipikirkan orang lain. Semua gurunya memahami ketika suatu saat harus terlambat bayar sekolah, bahkan ada guru yang ikut ambil bagian dalam memotivasi agar jangan putus asa.

Ketika harus pergi ke Kota Semarang untuk melanjutkan Kuliah, ia berpesan pada ibu dan adiknya agar tidak mengharapkan untuk sering pulang (Pemalang), sebab untuk pulang butuh biaya dan untuk kuliah juga butuh biaya sedangkan semua biaya harus ditanggung sendiri.

Kesulitan pertama adalah tempat tinggal, kos pertamanya pada bulan pertama harus menerima dengan lapang dada untuk diusir karena tidak sanggup membayar. Ia pindah kos di pinggiran kota yang agak jauh dan lebih murah, sepanjang dalam perjalanan ia jalan kaki sambil putar otak bagaimana bisa memperoleh uang untuk bayar kuliah dan kos.

Dalam perjalanan pulang kuliah matanya tertuju pada seseorang yang sedang aktifitas di gundukan rosok/rongsok (barang bekas), orang tersebut ia dekati dan ia tanya sedang apa, bagaimana mengerjakannya, berapa gajinya, harus berhubungan dengan siapa. Setelah cocok dalam hatinya maka saat itu langsung bekerja sebagai tenaga sortir rosok/rongsong hingga sore baru pulang. Hari-harinya di Semarang ia lalui sebagai mahasiswa yang ia biayai sendiri dari bekerja sebagai pensortir rosok. Pulang kerumah orang tua sangat jarang sekali mungkin 6 bulan sekali belum tentu. Setelah beberapa bulan ia nyambi sebagai loper koran... sampai lulus Sarjana.

Beliau orang yang ulet, patut untuk direnungkan kisahnya kenapa ... karena beliua tidak tau tentang takdir hidupnya maka ... berusaha keras adalah jalan keluarnya. Sekarang hidupnya bahagia punya istri dan tiga anak. Istri sedang kuliah S1 sekarang sambil mengajar di MI, dan beliau sambil Kuliah S2.

Di lingkungan masyarakat beliau menjadi orang terpandang, saya selaku Ketua Takmir Masjid Al Hikmah sering mengundang beliau untuk ceramah saat hari raya, dalam organisasi keuangan BMT yang kami miliki beliau kami percaya sebagai Sekretaris, dalam organisasi sosial sebagai Ketua Paguyuban Pangruktiloyo (Kematian) kebetulan saya sebagai sekretaris.

Sahabat semua yang saya cintai, hikmah yang dapat dipetik dalam kisah ini adalah bahwa, saya maupun anda tidak tau secara persis akan suratan takdir kita, yang kita ketahui adalah berusaha keras, dan selalu belajar ... tindakan kita memiliki andil besar dalam penentuan masa depan kita sendiri. Sebagai catatan bahwa kita perlu investasi yang dahsyat berupa waktu, tenaga, fikiran dan hati.


Salam Sukses Luar Biasa
ENDRO SUNOTO, SP
Penyuluh Pertanian.

7 komentar:

  1. dasyhat benar ya....
    memang klo bukan kita yang mengenal dan memahami diri sendiri, mau siapa lagi...
    semua pasti ada jalannya...
    kesabaran akan selalu ada bagi orang2 yang mau usoli dan usaha (U2) dengan ikhlas demi untuk mendapatkan ridho-NYA

    BalasHapus
  2. kisahnya sungguh menginspirasi mas. memang benar adanya kita tidak tahu suratan takdinya apa. Tapi jangan lupa, di alquran pun Allah berjanji... bahwa tidak akan berubah nasib suatu kaum bila dia tidak berusaha untuk mengubahnya...

    BalasHapus
  3. Kisah hidup yang luar biasa. Salut saya dengan Pak Agus Maksum. Perjuangan atas pencarian identitas hidup yang berliku dan terjal.
    Jika pun beliau sekarang berbahagia dengan kehidupannya sekarang, menurut saya itu sangat wajar dan pantas sebagai reward atas perjuangannya selama ini.

    Takdir memang tidak bisa diraba, namun kita harus tetap berpositif thinking tentang ketentuan takdir hidup kita. Walaupun mungkin terkadang tidak sesuai dengan keinginan kita namun percayalah itu adalah yang terbaik buat kita dan pastinya akan ada hikmah yang manis di balik itu.

    Salam Istimewa!
    KLIK BISNIS GURU : Referensi Bisnis Online dan Informasi Pendidikan

    BalasHapus
  4. mas Dadang, Arief, Umar ... begitulah keadaan di dunia ini, sepertinya tugas kita hanya sebatas usaha, usaha, dan usaha ... kita tak perlu sibuk meramal masa depan yang penting usaha itu harus di jalani dengan ketekunan dan keyakinan. terima kasih telah mampir.

    BalasHapus
  5. saya sangat terkesan dengan kisah di artikel ini mas Endro. terkadang kita tidak bisa terima dengan kondisi kita, yang kita tidak beruntung. padahal, masih banyak jalan untuk membenahi semuanya. sepanjang kita mau berusaha dan komit dengan usaha kita.

    salam sukses Mas Endro!!

    BalasHapus
  6. Seperti halnya saya ber usaha mencari yg terbaik ,walau pun terkadang gagal ,salam kenal

    BalasHapus